Kamis, 26 Mei 2011

Teori Nilai II (perilaku organisasi)

1.1 Nilai Sebagai Keyakinan (Beliefs)
Keyakinan-keyakinan yang dimiliki individu terorganisasi dalam suatu dimensi sentralitas atau dimensi derajat kepentingan. Suatu keyakinan yang lebih sentral akan memiliki implikasi dan konsekuensi yang besar terhadap keyakinan lain. Jadi perubahan suatu keyakinan yang lebih sentral akan memberikan dampak yang lebih besar terhadap tingkah laku dibandingkan pada keyakinan-keyakinan lain yang lebih rendah sentralitasnya. Urutan keyakinan menurut derajat sentralitasnya adalah self-conceptions, value, dan attitude.
Keyakinan dapat dibedakan menjadi 4 jenis,yaitu :
a.    Keyakinan eksistensial, yaitu keyakinan yang dikaitkan dengan benar atau salah
b.    Keyakinan evaluatif, yaitu keyakinan yang dikaitkan dengan baik atau buruk.
c.    Keyakinan kausal, yaitu keyakinan yang dikaitkan dengan sebab-akibat (perhubungan kausal)
d.    Keyakinan preskriptif dan proskriptif (anjuran dan larangan), yaitu keyakinan yang berkaitan dengan apa yang diinginkan dan yang tidak diinginkan.
Nilai itu sendiri merupakan keyakinan yang tergolong preskriptif atau proskriptif, yaitu beberapa cara atau akhir tindakan dinilai sebagai diinginkan atau tidak diinginkan. Hal ini sesuai dengan definisi dari Allport bahwa nilai adalah suatu keyakinan yang melandasi seseorang untuk bertindak berdasarkan pilihannya (dalam Rokeach, 1973). Robinson dkk. (1991) mengemukakan bahwa keyakinan, dalam konsep Rokeach, bukan hanya pemahaman dalam suatu skema konseptual, tapi juga predisposisi untuk bertingkah laku yang sesuai dengan perasaan terhadap obyek dari keyakinan tersebut.
Dalam Rokeach (1973) dikatakan, sebagai keyakinan, nilai memiliki aspek kognitif, afektif dan tingkah laku dengan penjelasan sebagai berikut:
  1. Nilai meliputi kognisi tentang apa yang diinginkan, menjelaskan pengetahuan, opini dan pemikiran individu tentang apa yang diinginkan.
  2. Nilai meliputi afektif, di mana individu atau kelompok memiliki emosi terhadap apa yang diinginkan, sehingga nilai menjelaskan perasaan individu atau kelompok terhadap apa yang diinginkan itu.
  3. Nilai memiliki komponen tingkah laku, artinya nilai merupakan variabel yang berpengaruh dalam mengarahkan tingkah laku yang ditampilkan.
1.2 Fungsi Nilai
*      Fungsi utama dari nilai dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.            Nilai sebagai standar (Rokeach, 1973; Schwartz, 1992, 1994), fungsinya ialah:
  • Membimbing individu dalam mengambil posisi tertentu dalam social issues tertentu (Feather, 1994).
  • Mempengaruhi individu untuk lebih menyukai ideologi politik tertentu dibanding ideologi politik yang lain.
  • Mengarahkan cara menampilkan diri pada orang lain.
  • Melakukan evaluasi dan membuat keputusan.
  • Mengarahkan tampilan tingkah laku membujuk dan mempengaruhi orang lain, memberitahu individu akan keyakinan, sikap, nilai dan tingkah laku individu lain yang berbeda, yang bisa diprotes dan dibantah, bisa dipengaruhi dan diubah.
2.            Sistim nilai sebagai rencana umum dalam memecahkan konflik dan pengambilan keputusan (Feather, 1995; Rokeach, 1973; Schwartz, 1992, 1994).

3.            Fungsi motivasional
Fungsi langsung dari nilai adalah mengarahkan tingkah laku individu dalam situasi sehari-hari, sedangkan fungsi tidak langsungnya adalah untuk mengekspresikan kebutuhan dasar sehingga nilai dikatakan memiliki fungsi motivasional. Nilai dapat memotivisir individu untuk melakukan suatu tindakan tertentu (Rokeach, 1973; Schwartz, 1994), memberi arah dan intensitas emosional tertentu terhadap tingkah laku (Schwartz, 1994). Hal ini didasari oleh teori yang menyatakan bahwa nilai juga merepresentasikan kebutuhan (termasuk secara biologis) dan keinginan, selain tuntutan sosial (Feather, 1994; Grube dkk., 1994).

a.    Sebagai faktor pendorong : nilai berhubungan dengan cita-cita dan harapan
b.    Sebagai petunjuk arah : nilai berkaitan dengan cara berpikir , berperasaan, bertindak serta menjadi panduan dalam menentukan pilihan.
c.    Nilai sebagai pengawas : nilai mendorong, menuntun, bahkan menekan atau memaksa individu berbuat dan bertindak sesuai dengan nilai yang bersangkutan
d.    Nilai sebagai alat solidaritas : Nilai dapat menjaga solidaritas di kalangan kelompok atau masyarakat.
e.    Nilai sebagai benteng perlindungan: nilai berfungsi menjaga stabilitas budaya dalam dalam suatu kelompok/masyarakat.
1.3 Pentingnya Nilai
  • Nilai – nilai yang ada pada seseorang menentukan sikap, motivasi dan perilaku dari seorang individu dan budaya.
  • Mempengaruhi persepsi tentang segala sesuatu yang ada di sekitar kita.
  • Gambaran mengenai yang “benar” dan “salah”.
  • Menyiratkan bahwa beberapa perilaku atau keluaran tertentu lebih disukai daripada yang lain.
  • Nilai – nilai perlu dipelajari karena nilai-nilai individu, nilai kelompok, dan nilai organisasi yang diyakini turut menentukan perilaku dan efektifitas keorganisasian.
  • Individu yang memasuki suatu organisasi dengan gagasan yang dikonsepkan sebelumnya mengenai apa yang “seharusnya” dan “tidak seharusnya”.


1.4 Tipe Nilai
Rokeach Value Survey. Milton Rokeach menciptakan Rokeach Value Survey (RVS). RVS terdiri dari dua kumpulan nilai dengan setiap kumpulan memuat 18 pokok nilai individual. Dua kumpulan nilai tersebut adalah
a.       Nilai Terminal: Keadaan akhir eksistensi yang diinginkan; tujuan yang ingin dicapai seseorang selama hidupnya.
b.      Nilai Instrumental : Cara berperilaku yang lebih disukai dalam mencapai satu nilai terminal.
Contoh nilai terminal dan instrumental dalam RVS
    
     No
      Nilai-nilai terminal
      Nilai-nilai instrumental
        1
     Kemakmuran
     Kerja keras, memiliki cita-cita
        2
     Kebijaksanaan
     Bisa mengendalikan diri, tenang, disiplin
        3 
     Dunia yang indah
     Bersih (rapi, teratur)
        4 
      Lulus ujian
     Belajar
        5
      Masuk surga
     Beribadah
        6
      Persahabatan sejati
     Keikhlasan, jujur, setia kawan
Beberapa penelitian menegaskan bahwa nilai RVS berubah-ubah diantara setiap kelompok. Individu dalam pekerjaan atau katagori yang sama (misalnya, manager perusahaan, anggota serikat kerja, siswa, orang tua, dll) cenderung memiliki nilai yang sama. Sebagai contoh, sebuah penelitian melakukan perbandingan terhadap manager perusahaan, serikat kerja buruh pabrik baja, dan anggota kelompok aktivis masyarakat meskipun memiliki hubungan yaang saling melengkapi diantara ketiga kelompok tersebutterdapat juga perbedaan yang sangat signifikan. Perbedaan tersebut dapat terlihat seperti pada tabel berikut ini :
      No
Manager perusahaan
Anggota serikat kerja
Aktivis
      Terminal                                     
      Instrumental
           Terminal
      Instrumental
      Terminal  
     Instrumental
      1
     Hormat diri
      Jujur
      Kebebasan
      Jujur
     Persamaan
      Jujur
      2
 Keluarga     aman
  Bertanggung jawab
 Keamanan keluarga
  Bertanggung jawab
      Hormat diri
  Bertanggung jawab
       3 
     Kebebasan
       Cakap
  Cinta yang dewasa
      Cakap
  Keamanan keluarga
       Berani
       4
      Prestasi
      Ambisius
      Kebahagiaan
       Berani
     kebebasan
      Cakap
              5
     Kebahagiaan
           Merdeka
      Hormat diri
      Merdeka
      Kedamaian
    Suka menolong
Sumber:The value of corporate managers and their critics:An Empirical description and normative implications

1.5 Klasifikasi Nilai
Menurut Gordon Allport terdapat 6 klasifikasi nilai yang dianut oleh manusia, yaitu :
a.    Nilai teoritik, yaitu nilai yang memprioritaskan penemuan kebenaran melalui kenalaran dan berfikir yang sistematik.
b.    Nilai ekonomik, yaitu nilai yang memprioritaskan kemanfaatan dan kepraktisan, termasuk akumulasi kekayaan.
c.    Nilai estetik, yaitu nilai yang memprioritaskan keindahan, bentuk, dan harmoni.
d.    Nilai politik, yaitu nilai yang memprioritaskan orang dan cinta sebagai hubungan kemanusiaan.
e.    Nilai religius, yaitu nilai yang memprioritaskan kesatuan dalam kosmos sebagai keseluruhan.
Seseorang tidak hanya memiliki satu jenis nilai yang ada pada dirinya, tetapi seseorang bisa memiliki lebih dari satu jenis nilai dengan derajat yang berbeda-beda.
Klasifikasi nilai sangat berguna bagi organisasi karena dapat digunakan dalam menentukan jenis-jenis nilai yang ada pada diri seorang calon karyawan saat rekruitasi dan penempatan pegawai.
Nilai-nilai yang dianggap paling penting dan dianut secara menonjol dibandingkan nilai-nilai lainnya akan menimbulkan adanya enam jenis manusia atas dasar nilai-nilai yang ada pada dirinya. Enam jenis manusia tersebut antara lain :
a.    Manusia teoritik, yaitu manusia yang menempatkan penemuan kebenaran pada tingkat yang paling tinggi melalui berfikir sistematik dan kenalaran. Ciri-cirinya : serius, pemikir.
b.    Manusia ekonomik, yaitu manusia yang menempatkan kemanfaatan, fungsi, ataupun kegunaan pada tingkat paling tinggi. Ciri-cirinya : melakukan hal-hal yang dianggap menguntungkan, hemat.
c.    Manusia estetik, yaitu manusia yang menempatkan keindahan dan keserasian artistik mengenai bentuk, ukuran, warna dan suasana. Ciri-cirinya : suka dengan hal-hal yang berseni (lukisan, patung, dll), mengagumi keanggunan, emosional, menyukai keserasian.
d.    Manusia sosial, yaitu manusia yang menempatkan paling tinggi kehidupan bersama-sama dalam hubungan kemanusiaan. Ciri-cirinya suka membantu orang lain, tidak suka dengan keributan,tidak egois, ramah, dan melihat orang lain mempunyai tujuan yang sama dengan dirinya.
e.    Manusia politik, yaitu manusia yang menempatkan kekuasaan dan pengaruh pada tempat yang paling tinggi. Ciri-cirinya : ambisius, suka memimpin, suka berjuang dan mencari kedudukan.
f.     Manusia religius, yaitu manusia yang menempatkan paling tinggi kesatuan dari segalanya, mencari hubungan dengan dunia kosmos dan secara mistik mengkaitkan dirinya dengan semesta. Ciri-cirinya : ikhlas, jujur, menerima kenyataan, tidak melanggar aturan, patuh.
1.6 Konflik Nilai-Nilai
a.    Intrapersonal Confliks, terbagi menjadi tiga, yaitu:
i.              Approach-approach conflict, yaitu seseorang dihadapkan diantara dua pilihan yang mana kedua pilihan tersebut disukainya.
ii.            Avoidance-avoidance conflict, yaitu seseorang dihadapkan diantara dua pilihan yang mana kedua pilihan tersebut tidak disukainya.
iii.           Approach-avoidance conflict, yaitu seseorang dihadapkan diantara dua pilihan yang mana pilihan yang satu disukainya tetapi pilihan yang lainnya tidak dia suka. Misalnya pilihan antara kuliah dan futsal. Futsal merupakan hal yang menjadi kegemaran seseoran tetapi kuliah adalah kewajiban seseorang.
b.    Interpersonal conflicts,terbagi menjadi tiga, antara lain :
i.              Win-win solution, yaitu jika dua orang atau lebih mendapatkan kepuasan dalam pemecahan solusi.
ii.            Lose-lose solution, yaitu jika dua orang atau lebih tidak mendapatkan kepuasan dalam pemecahan solusi.
iii.           Win-lose solution, yaitu jika satu orang mendapatkan kepuasan dalam solusi sebuah permasalahan tetapi orang lain merasa tidak puas di dalam pemecahan solusi.
c.    Individual-organizational value conflict, yaitu konfliks yang terjadi antara individu dengan organisasi.
1.7  Hubungan Nilai dan Etika
·         Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ethos yang berarti adat kebiasaan tetapi ada yang memakai istilah lain yaitu moral dari bahasa latin yakni jamak dari kata nos yang berarti adat kebiasaan juga. Akan tetapi pengertian etika dan moral ini memiliki perbedaan satu sama lainnya. Etika ini bersifat teori sedangkan moral bersifat praktek. Etika mempersoalkan bagaimana semestinya manusia bertindak sedangkan moral mempersoalkan bagaimana semestinya tindakan manusia itu. Etika hanya mempertimbangkan tentang baik dan buruk suatu hal dan harus berlaku umum.
Secara singkat definisi etika dan moral adalah suatu teori mengenai tingkah laku manusia yaitu baik dan buruk yang masih dapat dijangkau oleh akal. Moral adalah suatu ide tentang tingkah laku manusia (baik dan buruk) menurut situasi yang tertentu. Jelaslah bahwa fungsi etika itu ialah mencari ukuran tentang penilaian tingkah laku perbuatan manusia (baik dan buruk  akan tetapi dalam prakteknya etika banyak sekali mendapatkan kesukaran-kesukaran. Hal ini disebabkan ukuran nilai baik dan buruk tingkah laku manusia itu tidaklah sama (relatif) yaitu tidal terlepas dari alam masing-masing. Namun demikian etika selalu mencapai tujuan akhir untuk menemukan ukuran etika yang dapat diterima secara umum atau dapat diterima oleh semua bangsa di dunia ini. Perbuatan tingkah laku manusia itu tidaklah sama dalam arti pengambilan suatu sanksi etika karena tidak semua tingkah laku manusia itu dapat dinilai oleh etika.
Tingkah laku manusia yang dapat dinilai oleh etika itu haruslah mempunyai syarat-syarat tertentu, yaitu :
  1. Perbuatan manusia itu dikerjakan dengan penuh pengertian. Oleh karena itu orang-orang yang mengerjakan sesuatu perbuatan jahat tetapi ia tidak mengetahui sebelumnya bahwa perbuatan itu jahat, maka perbuatan manusia semacam ini tidak mendapat sanksi dalam etika.
  2. Perbuatan yang dilakukan manusia itu dikerjakan dengan sengaja. Perbuatan manusia (kejahatan) yang dikerjakan dalam keadaan tidak sengaja maka perbuatan manusia semacam itu tidak akan dinilai atau dikenakan sanksi oleh etika.
  3. Perbuatan manusia dikerjakan dengan kebebasan atau dengan kehendak sendiri. Perbuatan manusia yang dilakukan denan paksaan (dalam keadaan terpaksa) maka perbuatan itu tidak akan dikenakan sanksi etika.
Demikianlah persyaratan perbuatan manusia yang dapat dikenakan sanksi (hukuman) dalam etika.

1.8 Hubungan Nilai dan Sikap
Di dalam kehidupan manusia, nilai berperan sebagai standar yang mengarahkan tingkah laku. Nilai membimbing individu untuk memasuki suatu situasi dan bagaimana individu bertingkah laku dalam situasi tersebut (Rokeach, 1973; Kahle dalam Homer & Kahle, 1988). Nilai menjadi kriteria yang dipegang oleh individu dalam memilih dan memutuskan sesuatu (Williams dalam Homer & Kahle, 1988). Danandjaja (1985) mengemukakan bahwa nilai memberi arah pada sikap, keyakinan dan tingkah laku seseorang, serta memberi pedoman untuk memilih tingkah laku yang diinginkan pada setiap individu. Karenanya nilai berpengaruh pada tingkah laku sebagai dampak dari pembentukan sikap dan keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai merupakan faktor penentu dalam berbagai tingkah laku sosial (Rokeach, 1973; Danandjaja, 1985).


Mengacu pada BST, nilai merupakan salah satu komponen yang berperan dalam tingkah laku : perubahan nilai dapat mengarahkan terjadinya perubahan tingkah laku. Hal ini telah dibuktikan dalam sejumlah penelitian yang berhasil memodifikasi tingkah laku dengan cara mengubah sistem nilai (Grube dkk., 1994; Sweeting, 1990; Waller, 1994; Greenstein, 1976; Grube, Greenstein, Rankin & Kearney, 1977; Schwartz & Inbar-Saban, 1988). Perubahan nilai telah terbukti secara signifikan menyebabkan perubahan pula pada sikap dan tingkah laku memilih pekerjaan, merokok, mencontek, mengikuti aktivitas politik, pemilihan teman, ikut serta dalam aktivitas penegakan hak asasi manusia, membeli mobil, hadir di gereja, memilih aktivitas di waktu senggang, berhubungan dengan ras lain, menggunakan media masa, mengantisipasi penggunaan media, dan orientasi politik (Homer & Kahle, 1988).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar